Sejarawan Swiss-Belanda Ungkap Alasan Belanda Melakukan Kekerasan Ekstrim di Indonesia

October 9, 2019, oleh: superadmin

 

Yogyakarta – Kekerasan ekstrim yang dilakukan Belanda di Indonesia pada masa lalu, masih membekas di dalam ingatan bangsa Indonesia. Kekerasan ekstrim yang dilakukan Belanda bersifat struktural dan sistematik. Alasan Belanda melakukan kejahatan tersebut diungkapkan oleh Dr. Remy Limpach dari Netherlands Institute of Military History (NIMH) pada Seminar Internasional “Decolonialization & Political Violence in Indonesia: Reflections of The Past”, Selasa (8/10) di Ruang Seminar Pascasarjana Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) .

Acara ini diselenggarakan oleh Program Studi Ilmu Pemerintahan (IP) UMY bekerjasama dengan International Program of Government Affairs and Administration (IGOV) UMY, Magister Ilmu Pemerintahan UMY, dan Program Doktor Politik Islam-Ilmu Politik UMY. Peserta yang hadir tidak hanya dari UMY saja, tetapi juga mahasiswa dari kampus lain yang tertarik dengan topik seminar.

Pada seminar tersebut, Limpach memaparkan 14 alasan yang melatarbelakangi Belanda melakukan kejahatan ekstrim di Indonesia, antara lain militer Belanda yang meremehkan pasukan tentara Indonesia, kepemimpinan yang tidak memadai, kebijakan staf yang buruk dan model peran yang bermasalah, sistem peradilan yang terlalu padat dikombinasikan dengan sesaknya penjara, kecurigaan terhadap warga sipil Indonesia, dorongan untuk membalas perlawanan Indonesia, rasisme, menganggap pasukan Indonesia sebagai ekstrimis, kriminal dan biadab, menurunnya moral dan fatalisme, kurangnya kedisiplinan, kebiasaan militer melakukan kekerasan ekstrim, peluang untuk memobilisasi pasukan Belanda, gagalnya peradilan militer dan kurangnya penegakkan hukum, dan ideologi kolonial paternalistik dalam pengambilan keputusan.

Selain Limpach, Dr. Zuli Qodir, M.Ag. (Ketua Program Studi S3 Politik Islam UMY) dan David Efendi, M.A. (Dosen IP UMY) juga hadir menjadi pembicara pada seminar ini.

Pada kesempatan tersebut, Zuly Qodir menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan political violence, “political violence adalah sebuah kekerasan yang dilakukan untuk melakukan penyerangan sekaligus melakukan pertahanan,” ungkapnya. Ia juga mengatakan bahwa pengaruh Belanda di Indonesia masih dapat ditemui pada saat ini, misalnya cara berpakaian, cara berpikir dan cara berbicara.

Sementara itu, David Efendi menjelaskan bahwa pada saat ini Belanda sedang berupaya melakukan politik etis untuk memperbaiki sejarah kelam yang pernah dilakukan di Indonesia. David juga mengkritisi penelitian yang dilakukan oleh Limpach yang mengatakan bahwa kekerasan masal ekstrim juga dilakukan oleh Indonesia.
“Saya sedikit menggugat kalimat itu, karena apa yang dilakukan orang Indonesia adalah upaya untuk mempertahankan negaranya. Bagaimana bisa status orang yang dijajah dikatakan sebagai pelaku kejahatan perang?, saya rasa hal ini perlu didiskusikan,” ungkapnya. (Bhk)