Seminar Nasional Awal Tahun Ilmu Pemerintahan UMY: Danais untuk Kesejahteraan Masyarakat DIJ

April 4, 2019, oleh: superadmin

BANTUL – Lahirnya Undang-Undang Keistimewaan yang kemudian memunculkan adanya dana keistimewaan (Danais), ternyata belum banyak dirasakan manfaatnya bagi masyarakat Jogjakarta. Sebagian besar yang merasakan adanya danais adalah pimpinan paguyuban dan pejabat.
Setidaknya itu yang muncul dari penelitian yang dilakukan oleh Prodi Ilmu Pemerintahan (IP) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Hanya 29 persen masyarakat DIY merasakan manfaat adanya danais. Jauh jika dibandingkan manfaat yang dirasakan pimpinan paguyuban (33 persen) dan pejabat (20). Sisanya tokoh masyarakat (10), lainnya (7) dan karang taruna (1 persen).
Hasil penelitian itu disampaikan Peneliti Politik Desentralisasi dan Kesejahteraan yang juga Dosen Ilmu Pemerintahan UMY, David Efendi dalam seminar di Gedung Ibrahim lantai 5 UMY, Bantul Kamis (21/3). Selain itu, meskipun akuntabilitas pemanfaatan danais dinilai tinggi, 76 persen dalam survei 2015, masih ada anggapan praktik tidak fair dalam pemanfaatnya. Yaitu praktik jatah preman via anggota DPRD menurut pandangan warga.
“Enam tahun adanya keistimewaan Jogja masih banyak yang perlu dibenahi. Adanya undang-undang ini salah satu bentuk desentralisasi yang tujuanya mewujudkan kesejahteraan. Sebab kewenangan istimewa ini diikuti oleh anggaran yang besar. Tahun 2019 mencapai Rp 1,2 triliun,” bebernya.
Kepala Badan Pusat Statistik DIY JB. Priyono memaparkan, prosentase penduduk miskin Jogjakarta dalam survey September 2018 sebanyak 11,81 persen. Lebih tinggi ketimbang rata-rata nasional yaitu 9,66 persen. Namun, berbeda dengan daerah lain, DIY menurutnya sebuah anomali.
Jika kemiskinan merupakan akumulasi lingkaran derajat pendidikan, kesehatan, kesejahteraan. Anehnya Jogja tidak bisa dinilai dengan parameter itu. Dilihat dari angka harapan hidup (AHH), DIY berada di peringkat pertama dengan rata-rata usia harapan hidup 74,74 tahun. Selain itu, dari tingkat pendidikan, angka harapan sekolah (EYS) di DIY juga di nomor satu dengan 15,42.
Sedangkan Peneliti dari LIPI, Yogi Setya Permana lebih menjelaskan mengenai gagasan desentralisasi. Lahirnya gagasan tersebut menurutnya ada pertarungan wacana, diskusi, ide dan sintesis. Juga sebuah pertarungan sejarah pascareformasi. “Bukan sesuatu yang terberi dan tidak datang dari ruang hampa,” katanya.
Yogi juga mengungkapkan, selain dari angka kemiskinan, yang juga perlu disoroti di DIY adalah adanya indeks gini yang juga tinggi. Menurutnya demokrasi seharusnya menjadikan agar ketimpangan tidak terjadi. Karena membuka ruang politik terbuka. Sehingga saat ini menurutnya perlu dipastikan supaya dana kesitimewaan dapat menyelesaikan masalah ketimpangan. “Urgen untuk diselesaikan,” jelasnya.