Kuliah Umum Evaluasi Dana Keistimewaan DIY

June 30, 2016, oleh: superadmin

1463135805741Pada tanggal 21 Mei 2016 kemarin, Jurusan Ilmu Pemerintahan mengadakan kunjungan ke Bappeda. Kuliah umum ini diselenggarakan oleh jurusan Ilmu Pemerintahan, UMY dengan dosen pengampu yaitu David Efendi, M.A dengan narasumber dari kepala Bappeda DIY, Drs. Tavip Agus Rayanto, M.Si guna menambah pengetahuan tentang proses evaluasi pendanaan di suatu daerah terutama Bappeda DIY, dengan diselenggarakannya kuliah umum ini mahasiswa dapat mengetahui penggunaan dana dari hasil evaluasi yang dilaksanakan dari tahun ke tahun.

1463135838142Sebagaimana diketahui publik bahwa praktik keistimewaan DIY merupakan bagian dari desentralisasi Asimetris tentunya banyak kendala yang ditemukan dalam melakukan proses pelayanan terutama yang terkait dengan pendanaan. Bapak Tavip salah satunya adalah pada tahun-tahun sebelumnya masyarakat dibebaskan untuk melakukan pembuatan proposal tentang suatu kegiatan dan dana langsung diminta kepada pemerintah dan pada saat itu, pemerintah memberikan dana langsung kepada masyarakat, kelompok masyarakat, UMKM dll. Tanpa melihat keadaan riil dilapangan seperti apa. Namun, pada saat itu LPJ atas pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat tersebut tidak memiliki LPJ sehingga hal ini menjadi permasalahan ketika pem. Kan melakukan LPJ tahunan. Dengan melihat maslah tersebut pemerintah pun mengubah tata cara pencairan dana yakni tidak cukup dengan hanya memberikan proposal tetapi harus memilki bukti kegiatan yang telah dilaksanakan dan pihak yang terkait bersedia membuat LPJ sehingga jelas pendanaan yang dikeluarkan. Adapun dasar hukum perencanaan dan pelaksanaan urusan keistimewaan yaitu UU. 13/ 2012 dan Permen Keuangan No. 124/PMK. 07/2015 tentang tata cata pengelolaan keuangan .

Sebagai evaluasi, penyaluran dana keistimewaan sudah berlangsung lebih dari 3 tahun yaitu pada tahun 2013 pemda DIY mendapat dana 110 miliar dan pada saat itu pem. Hanya mampu menghabiskan dana sebesar 55 miliar dalam jangka waktu lima tahun. Kedua, pada tahun 2014 dana yang ddidapatkan sekitar 245 miliar, dana ini juga tidak dapat dihabiskan karena anggaran yang dikeluarkan telat yaki keluar pada bulan april sehingga program yang sebelumnya sudah terlaksna tidak dapat didanai karena pelaksanaan program yang sudah terlaksana tidak dapat berlaku surut. Ketiga, pendanaan pada tahun 2015 hingga 2016 20%.

Sampai sekarang, persoalan penetapan kepala daerah yaitu sultan otomatis gubernur masih dipertnayakan di mana letak praktik demokrasinya oleh beberapa kalangan. Karena orang biasa tidak akan bisa jadi gubernur. Kemudian dibuat skema. Ada perdana menteri. Kemudian dijelaskan oleh seorang pakar apa yang terjadi di DIY adalah modeli deliberative demokrasi yang berdasarkan musyawarah mufakat. Hal ini dikarenakan, hakikat demokrasi adalah adalah kehendak rakyat yang bisa dilakukan dengan pemilu, voting, atau musyawarah.

Persoalan ini kemudian berlanjut pada aspek akuntabilitas? Sumbangan DIY ke APBN hanya 0,7 %, berbeda dengan DKI yang 47% sendiri. “Saya diamanati untuk membuat rancangan 5 tahunan. Dana keistimewaan itu untuk apa saja. Rerata yang di butuhkan DIY setiap tahun 2 triliun. Oleh sebab itu, dirumuskan. Pemerintah DIY merumuskan dengan tidak memberatkan beban negara. Oleh sebab itu, sudah clear semua permasalahan dana.”, ujar Tavip.

Secara sederhana, sebetulnya keisitimewaan DIY itu mencakup pertama, urusan kebudayaa yang menjadi ruhnya ada di kasultanan dan kadipaten. Kedua, pertanahayang mengatur kepemilikan tanah istimewa yaitu SG dan PAG. Ketiga, tata ruang yang bersumber pada sumbu filosofis dan garis imajiner. Itu digambarkan dari pantai selatan, krapyak, dan merapi. Di sumbu filosofis itu ada yang dsebut, catur toto tunggal, ada alun alunnya, kemudiannya dibarat ada mesjid, kemudian ada pasar, begitu juga di solo dan purworejo. Itu menggambarkan bahwa sultan, rakyat jogja itu jalannya ke arah tugu. Mesjid menggambarkan keimanan. Pasar mengambarkan kmaterial. Tugu menggambarkan habluminallah. Kalau sultan tidak berjalan ke tugu dan membelok ke pasar sebut saja beringharjo, itu menunjukkan bahwa dia berorientasi materialism. Filosofi ini lah yang seharusnya memanage DIY.

Atas dasar UU, sultan disuruh memaparkan VISI dan MISI. Beliau menulis buku, sekitar 50 lembar. Namanya Renaisans Yogyakarta “membangun Yogyakarta”. beliau mempunyai kalimat restorasi. Itu sebuah gerakan masyarakat, gerakan moral. DIY itu inginnya seperti itu. Karena sudah muncul keperihatinan. Karena kita meliha kebersamaan itu mulai luntur, masyarakat materialistik, individualistik

Kami selama ini hanya melaksanaakan apa yang diatur dalam hukum positif. Kalau di DIY tidak ada peraturan pemerintah, tapi perdais. Ini juga bagian dari bargaining. Karena kalau ada PP, nanti takutnya digrogoti pusat. Apa yang membedakan DIY, aceh, dan papua, di sana ada wali nagroe, dprd, dan walikota. Sedangkan di diy hanya dprd dan sultan. Karena sultan sudah mewakili tokoh budaya dan pemimpin sehingga beliau sudah merangkap.

Aspek penganggaran. Tahap I “25%” tahap II “55%” tahap III “20%”. Tahun pertama 2013, DIY diberi 110 milliar tapi hanya habis 50 milliar saja. Karena cairnya danais itu pada bulan November. Tahun 2014, diberi 200 milliar, tapi serapannya juga tidak optimal, karena turunnya pada bulan April, sehingga termin pertama terlewati namun hanya termin kedua dan ketiga saja. Tahun 2015, seluruh termin sudah terlewati. Kemudian tahun 2016, ada perubahan termin, biasanya ditermin awal itu, banyak perencanaan yang belum siap, makanya dirupah, tahap I” 15%” tahap II”65%” tahap III”20%”. Kalau kita melihat perbandingan 2013, 14, 15. Saya ingin menunjukkan bahwa persentase fisik 2015 sudah hampir mendekati 100%. Keuangannya masih sekitar 80%.

Di penghujung kuliah, yaitu setelah kepala Bappeda menyampaikan materinya dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan mahasiswa. Setelah sesi tanya jawab selesai acara pun ditutup dengan pemberian kenang-kenangan dari jurusan Ilmu Pemerintahan kepada Kepala Bappeda yang disampaikan oleh Bapak David Efendi.