Ilmu Pemerintahan UMY hadirkan Indonesianis—Belanda Professor Gerry van Klinken

March 9, 2016, oleh: superadmin

david-2Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik UMY bekerjasama dengan KITLV menyelenggarakan “Kuliah Umum” bersama Profesor dari University of Amsterdam, Prof Dr Gerry van Klinken. kali ini tajuk kuliah umum, “mencari kelas menengah di kelas-kelas menengah di Kota -kota Indonesia. Acara yang diakhiri dengan diskusi isu penelitian demokrasi dan kelas menengah di Indonesia itu diselenggarakan di Ruang Sidang Besar Lantai 5 Gedung AR Fahruddin B, Jumat (26/02) sangat menarik membedah bagaimana definisi dan juga pengaruh kelas menengah Indonesia dalam pembentukan sebuah kekuasaan politik..

Dekan Fisipol UMY, Dr Ali Muhammad membuka forum penting ini dengan cukup antusias karena melihat Prof Gerry sebagai Professor yang sangat banyak pengelaman risetnya di Indonesia. Ketua Jurusan llmu pemerintahan UMY, Dr Titin Purwaningsih menyambut gembira dan berterima kasih kepada Prof Gerry, Yayasan Obor, dan KITLV atas kesediaanya memberikan kuliah umum di kampus terpadu UMY. selain itu, Dr Titin menyampaikan bahwa promosi penelitian dan ajakan mencari topik-topik terkait politik lokal dengan kelas menengah (bawah) ini. Dalam kesempatan kuliah umum spesial ini, forum dimoderatori oleh David Efendi, Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan UMY.

Prof Gerry banyak menceritakan hasil penelitian yang dilakukan di Kupang sebagai salah satu kota menengah yang sirkulasi uangnya lebih banyak didominasi oleh uang negara (APBN). Beberapa kota menengah lain punya karakteristik yang berbeda, misalnya Pekalongan, solo, Jogja, semarang yang perekonomian dan pasar digerakkan oleh aktifitas perdagangan.

“Kelas menengah adalah kelas yang menghubungkan antara kelas bawah dan pemerintah yang membentuk kekuasaan politik tersendiri,” ujar Gerry van Klinken. Kelas menengah ini jumlahnya jauh lebih besar dari perkiraan statistik di Indonesia.

Meski banyak penelitian tentang kelas menengah, penelitian ini tidak terpaku pada data statistik maupun kemampuan konsumsi seseorang, baik menilik dari pendapatan dan pengeluaran serta kepemilikan. Tidak juga dilihat dari persepsi masyarakat. Gerry memberikan beberapa kesimpulan antara lain kelas menengah Indonesia adalah kelas yang mencintai negara bagi yang rasional dan bernalar kritis.

Menurutnya, kelas menengah baru adalah anak seorang petani dan bukan anak raja, perubahan kelas tersebut melalui mobilitas sosial yang luar biasa, “namun ada harga yang harus diabayar dengan adanya kelas sosial tersebut, yakni jarak sosial antara kelas sosial yang baru dengan desa asalnya”. Kata Prof Gerry sembari menyebutkan penelitian tersebut berbentuk buku yang berjudul “The Making Middle of Indonesia” yang diterbitkan oleh KITLV dan Yayasan Obor Indonesia (YOI). selain itu, juga ada buku yang juga menjadi bagian dari proyek middle Indonesia adalah buku kumpulan tulisan yang diterbitkan penerbit yang sama dengan judul In search of middle Indonesia.   Kuliah umum ini cukup banyak mendapatkan banyak respon dari peserta yang menarik untuk dijadikan agenda penelitian mengingat area dan topik yang beragam yang disediakan oleh gagasan ‘middle Indonesia.”

Mereka menolak pasar bebas dan mengharap proteksi pemerintah, suka dengan proses demokrasi, dan penguasaan daerah dengan kekuatan sektor informal. Moderator David Efendi dari dosen IP UMY menyatakan sepakat tentang adanya kelas menengah yang menjadi hasil riset dari Gerry van Klinken sebagai aktor penting demokratisasi di Indonesia.

Kelas menengah menjadi salah satu faktor penentu keberlangsungan dinamika politik di tempat kelompok tersebut berada. Pada akhir dialog, Hilman Latif selaku salah satu penanggap perwakilan akademisi  mempertanyakan bagaiamana kelas menengah Indonesia ini berkorelasi dengan penyebaran paham radikalisme Islam.

Prof Gerry terlihat optimis melihat potensi kelas menengah di Indonesia walau dalam beberapa aspek terlihat karakter kelas menengah Indonesia masih belum rasional sehingga bagai pisau bermata dua. Pada suatu kondisi dia mampu menjadi agent of change dalam memperjuangkan kelas bawah di hadapan pemerintah. Kondisi lainnya adalah sebagai rent seeker baik di dalam arena birokrasi kekuasaan atau di ranah swasta.

Pada akhir sesi tanya jawab, ada kesimpulan penting bahwa ajakan penelitian seputar hubungan kelas menengah dengan demokrasi dan gagasan state building ini haruslah direspon dengan antusias oleh ribuan peneliti di Indonesia. Hal ini dikarenakan, proyek in search of middle Indonesia tidak akan mampu meneliti sendirian padahal ada 200 lokasi kota menengah, ada empat indikator kunci yang bisa dijadikan pintu masuk penelitian ini.