Dr. Zuly Qodir Ajak Mahasiwa untuk Memaknai Hijrah dan Belajar Agama Secara Utuh

May 8, 2021, oleh: superadmin

Yogyakarta (08/05) – Ilmu Pemerintahan UMY adakan pengajian bertajuk “Hijrah Millenial dan Terorisme” pada sore kemarin (07/05) yang dibawakan langsung oleh Dr. Zuly Qodir, M.Ag selaku Ketua Program Studi Doktor Politik Islam UMY. Dalam pemaparannya, Zuly Qodir mengajak mahasiswa Ilmu Pemerintahan untuk dapat memaknai hijrah sesungguhnya sehingga tidak mengikuti tren saja dan justru terlena dalam kefanatikan.

Zuly Qodir yang juga menjabat sebagai dosen Ilmu Pemerintahan UMY, menyampaikan bahwa saat ini tren hijrah dilakukan sangat sederhana. Menurutnya, kebanyakan orang hijrah dilakukan hanya untuk mengubah tampilan fisik saja. Padahal makna dari hijrah sendiri ialah mengdopsi dari apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. dahulu kala yaitu perpindahan dari Mekkah ke Madinah “Perpindahan dilakukan bukan hanya secara fisik, tetapi melalui hati, nurani dan pikiran” jelasnya.

Tidak banyak dari anak muda saat ini yang melakukan hijrah memang hanya karena menginginkan ridho Allah SWT. Zuly Qodir juga menyampaikan bahwa tren hijrah saat ini memiliki kaitannya dengan radikalisme atau ektremisme yaitu menyetujui suatu hal, baik gagasan maupun tindakan dengan cara yang ekstrim. “Kan radikal harus mendalam apa tidak boleh? It’s okay fine tapi itu makna dalam filsafat. Dalam konteks ini adalah terkait dengan gagasan dan pikiran serta tindakan yang bisa merugikan orang lain. Maka konsep tentang radikal jadi membahayakan” tandasnya.

Lebih lanjut, Zuly Qodir menjelaskan bahwa pelaku radikalisme ini biasanya adalah orang yang tidak memiliki kestabilan  mental, sehingga berusaha untuk mencari hal yang baru dan kebanyakan dilakukan oleh anak – anak muda yang rentan untuk mengikuti tren disana – sini. Ada beberapa factor yang menyebabkan orang menjadi radikal, diantaranya adalah factor ideologi ekonomi, keamanan, mental helath, politik serta daya tarik melalui janji – jani yang ditawarkan oleh suatu komunitas radikalisme.

Namun budaya Indonesia hingga saat ini menganggap bahwa radikalisme atau terorisme cenderung dikenal sebagai komunitas yang berasal dari agama Islam. Padahal faktanya orang radikal itu tidak hanya beragama Islam. Semua agama memiliki potensi adanya oknum radikalisme atau terorisme, karena tindakan yang mereka perbuat memiliki motifnya masing – masing “Bisa berkaitan dengan soal menteror politik, mental karena ekonomi, atau kebudayaan. Teror melalui kekerasan secara fisik atau dengan menganganggu” ujarnya lagi.

Fakta yang sedang dialami saat ini, membuat Zuly Qodir berpikir bahwa seharusnya manusia dapat belajar agama secara utuh. Ia mengajak mahasiswa Ilmu Pemerintahan untuk dapat mencari ilmu agama melalui sumber yang shohih, bukan hanya ikut – ikutan saja “Belajar Islam dari youtube itu ya boleh lah, tetapi akan lebih baik belajar itu ada gurunya yang memiliki Sanad” ungkapnya menutup kajian sore itu.